Selasa, 05 Juni 2007

FROFIL

Shinta Dewi Maharani

SUBANG - PROFIL

Bebet dan Kesenian Gembyung
”Yang jelas, saya ingin mengangkat kesenian tradisional Sunda, terutama kesenian Gembyung. Sebab, Gembyung itu merupakan seni buhun (jaman baheula) yang harus kita lestarikan keberadaannya.” Demikian ungkap Bebet Sulaiman mengenai latar belakangnya memperkenalkan kembali kesenian Gembyung ke masyarakat.Singkat, tegas, dan pasti, begitulah memang gaya pria satu ini jika menjawab pertanyaan.
Kesenian Gembyung yang merupakan kesenian tradisional Subang memang beberapa dekade ini telah hilang dari permukaan, akibat maraknya kesenian-kesenian modern. Oleh karena itu, sebagai orang Sunda, Bet Sonlie demikian nama beken Bebet di grup Gembyungnya -- merasa tergugah untuk melestarikan kesenian tradisional warisan leluhur tersebut.
”Sekarang ini kan kita selalu kalah oleh organ tunggal dan seni modern lain. Untuk itu saya merasa berkewajiban untuk memperkenalkan kesenian tradisional Sunda, terutama Gembyung ini kepada generasi muda,” ungkapnya.
Sebagai bentuk kecintaannya terhadap kesenian tradisional Gembyung, bersama rekan-rekan sesama karyawan di Pemkab Subang, Bebet membentuk sebuah paguyuban. Paguyuban tersebut diberi nama Paguyuban Gembyung ”Dangiang Dongdo” dan sudah berdiri sejak tiga tahun lalu. ”Alhamdulillah sejak itu Gembyung mampu berkembang lagi,” kata suami Ati ini menjelaskan.
Menurut pengakuannya, dia sendiri mendirikan paguyuban Gembyung ini terinspirasi oleh kelompok Gembyung dari Gembor, Kec. Pagaden. Ketika itu, kelompok Gembyung tersebut terdiri dari para pria yang usianya sudah menjelang maghrib. ”Namanya juga aki-aki, suara mereka itu pasti kurang enakeun,” tegas Bebet.
Kesenian Gembyung sendiri menurut Bebet awalnya merupakan media penyebaran agama Islam oleh para wali di wilayah Kab. Subang. Maka dari itu, tembang yang mengiri Gembyung adalah shalawatan.
”Tapi karena kita ingin agar Gembyung ini diterima semua lapisan masyarakat, maka kita modifikasi. Kita sesuaikan dengan jaman sekarang ini. Yang tadinya shalawatan, sekarang diganti lagu-lagu Sunda dan sejenisnya,” katanya.
Berkat usahanya melestarikan kesenian Gembyung ini, Bebet beserta rekan-rekan di ”Dangiang Dongdo” kerap diundang dalam acara-acara penting. Tidak hanya di wilayah Kab. Subang, Bebet juga pernah diundang Departemen Pertahanan dan Keamanan (Dephankam) Republik Indonesia . ”Waktu itu kita diundang dalam acara serah-terima jabatan di Dephankam. Acaranya sendiri digelar di Ancol,” kata pria asli Subang kelahiran Januari 1956 ini.
Satu hal yang berkesan baginya dalam acara itu, tiga petinggi Dephankam ikut ngibing dengan diiringi musik Gembyung-nya. ”Saya sampai tidak percaya, padahal mereka itu pangkatnya sangat tinggi. Bahkan saya sampai nangis karena terharu,” ceritanya mengenang acara tersebut.
Tidak hanya itu, pada 28 April 2007 mendatang juga, Bebet akan mendapat penghargaan dari Gubernur Jawa Barat. Penghargaan tersebut akan dia terima berkat jasanya dalam melestarikan kesenian tradisional Sunda.
Kecintaannya terhadap budaya tradisional Sunda juga tidak hanya diwujudkan dalam kesenian Gembyung. Di padepokan tempat tinggalnya, dia membuat Saung Seni Budaya. Di saung tersebut dia memamerkan beragam perlengkapan tradisional Sunda. ”Ya ada dulang, uluku, dan alat-alat tradisional Sunda lainnya. Saya coba kenalkan ke para pemuda bahwa para leluhur kita dulu menggunakan alat tradisional seperti ini. Ya kalau anak-cucu kita kelak bertanya tentang alat dan seni tradisional Sunda, kita bisa menjelaskan dan memperlihatkannya,” terangnya.
Satu kelompok seni Gembyung sendiri terdiri atas 17 orang dengan alat-alat yang berjumlah banyak pula. Alat-alat tersebut adalah terbang (rebana besar), goong, kendang, dan bedug. ”Ya hampir menyaingi grup Jaipong lah,” candanya. Kesenian rakyat ini biasa dipentaskan dalam upacara-upacara adat seperti mapag cai dan ruatan bumi. (JU-09)***PR

PROFIL

Shinta Dewi Maharani


> SUBANG - PROFIL

Bebet dan Kesenian Gembyung
”Yang jelas, saya ingin mengangkat kesenian tradisional Sunda, terutama kesenian Gembyung. Sebab, Gembyung itu merupakan seni buhun (jaman baheula) yang harus kita lestarikan keberadaannya.” Demikian ungkap Bebet Sulaiman mengenai latar belakangnya memperkenalkan kembali kesenian Gembyung ke masyarakat.Singkat, tegas, dan pasti, begitulah memang gaya pria satu ini jika menjawab pertanyaan.
Kesenian Gembyung yang merupakan kesenian tradisional Subang memang beberapa dekade ini telah hilang dari permukaan, akibat maraknya kesenian-kesenian modern. Oleh karena itu, sebagai orang Sunda, Bet Sonlie demikian nama beken Bebet di grup Gembyungnya -- merasa tergugah untuk melestarikan kesenian tradisional warisan leluhur tersebut.
”Sekarang ini kan kita selalu kalah oleh organ tunggal dan seni modern lain. Untuk itu saya merasa berkewajiban untuk memperkenalkan kesenian tradisional Sunda, terutama Gembyung ini kepada generasi muda,” ungkapnya.
Sebagai bentuk kecintaannya terhadap kesenian tradisional Gembyung, bersama rekan-rekan sesama karyawan di Pemkab Subang, Bebet membentuk sebuah paguyuban. Paguyuban tersebut diberi nama Paguyuban Gembyung ”Dangiang Dongdo” dan sudah berdiri sejak tiga tahun lalu. ”Alhamdulillah sejak itu Gembyung mampu berkembang lagi,” kata suami Ati ini menjelaskan.
Menurut pengakuannya, dia sendiri mendirikan paguyuban Gembyung ini terinspirasi oleh kelompok Gembyung dari Gembor, Kec. Pagaden. Ketika itu, kelompok Gembyung tersebut terdiri dari para pria yang usianya sudah menjelang maghrib. ”Namanya juga aki-aki, suara mereka itu pasti kurang enakeun,” tegas Bebet.
Kesenian Gembyung sendiri menurut Bebet awalnya merupakan media penyebaran agama Islam oleh para wali di wilayah Kab. Subang. Maka dari itu, tembang yang mengiri Gembyung adalah shalawatan.
”Tapi karena kita ingin agar Gembyung ini diterima semua lapisan masyarakat, maka kita modifikasi. Kita sesuaikan dengan jaman sekarang ini. Yang tadinya shalawatan, sekarang diganti lagu-lagu Sunda dan sejenisnya,” katanya.
Berkat usahanya melestarikan kesenian Gembyung ini, Bebet beserta rekan-rekan di ”Dangiang Dongdo” kerap diundang dalam acara-acara penting. Tidak hanya di wilayah Kab. Subang, Bebet juga pernah diundang Departemen Pertahanan dan Keamanan (Dephankam) Republik Indonesia . ”Waktu itu kita diundang dalam acara serah-terima jabatan di Dephankam. Acaranya sendiri digelar di Ancol,” kata pria asli Subang kelahiran Januari 1956 ini.
Satu hal yang berkesan baginya dalam acara itu, tiga petinggi Dephankam ikut ngibing dengan diiringi musik Gembyung-nya. ”Saya sampai tidak percaya, padahal mereka itu pangkatnya sangat tinggi. Bahkan saya sampai nangis karena terharu,” ceritanya mengenang acara tersebut.
Tidak hanya itu, pada 28 April 2007 mendatang juga, Bebet akan mendapat penghargaan dari Gubernur Jawa Barat. Penghargaan tersebut akan dia terima berkat jasanya dalam melestarikan kesenian tradisional Sunda.
Kecintaannya terhadap budaya tradisional Sunda juga tidak hanya diwujudkan dalam kesenian Gembyung. Di padepokan tempat tinggalnya, dia membuat Saung Seni Budaya. Di saung tersebut dia memamerkan beragam perlengkapan tradisional Sunda. ”Ya ada dulang, uluku, dan alat-alat tradisional Sunda lainnya. Saya coba kenalkan ke para pemuda bahwa para leluhur kita dulu menggunakan alat tradisional seperti ini. Ya kalau anak-cucu kita kelak bertanya tentang alat dan seni tradisional Sunda, kita bisa menjelaskan dan memperlihatkannya,” terangnya.
Satu kelompok seni Gembyung sendiri terdiri atas 17 orang dengan alat-alat yang berjumlah banyak pula. Alat-alat tersebut adalah terbang (rebana besar), goong, kendang, dan bedug. ”Ya hampir menyaingi grup Jaipong lah,” candanya. Kesenian rakyat ini biasa dipentaskan dalam upacara-upacara adat seperti mapag cai dan ruatan bumi. (JU-09)***

E-IT Center Subang

Shinta Dewi Maharani

> SUBANG
E-IT Center Subang
DI SEBUAH lorong menuju Aula kantor Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kabupaten Subang yang terletak di lantai 2, terbentang satu garis pita merah lengkap dengan hiasan bunga. Pita tersebut dibentangkan tepat memotong lorong. Dengan begitu dapat diartikan bahwa tidak boleh ada orang yang melewati garis pita tersebut. Di dinding atas pintu Aula tepat depan lorong juga terlihat sebuah tulisan E- IT Center.
Namun ternyata di sebuah ruangan yang terletak di sebelah kanan depan lorong tampak sejumlah pelajar tengah duduk melingkari meja. Di depan mereka terdapat sebuah perangkat komputer. Setelah dihitung, komputernya berjumlah 16. Para pelajar terlihat asyik menggunakan komputer yang sudah dilengkapi fasilitas internet tersebut.
Tidak hanya itu, di ruangan yang satunya lagi, yakni yang sebelah kiri tampak dua pria berkebangsaan Korea . Mereka tengah asik menonton tayangan film yag diputar dengan menggunakan in-fokus pada layar di depannya. Terlihat juga seperangkat komputer di sana . ”Ini adalah ruang diskusi yang dilengkapi fasilitas teleconference, sehingga kita bisa menggunakannya untuk chatting (diskusi) dengan bertatap muka langsung dengan seluruh orang di dunia,” kata salah seorang pria Korea itu, yang kebetulan bernama Dr. Seo Young Chel.
Begitulah suasana gedung baru Subang Education IT Center pada Kamis (5/4) pagi. Bentangan pita merah, para pelajar, dua pria Korea dan sebagainya sengaja diundang dalam rangka peresmian gedung tersebut.
Subang IT Center merupakan program kerjasama antara Korea International Cooperation Agency (KOICA) dengan PT. Telkom Indonesia untuk membantu Pemerintah Kabupaten Subang dalam bidang teknologi informasi. Menurut staf ahli KOICA, Dr. Seo Young Chel, pembuatan Subang IT Center ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya minat masyarakat Subang terhadap internet. Sementara itu fasilitasnya sendiri sangat terbatas.
Seo menjelaskan, Subang IT Center ini bisa mulai digunakan pada Mei mendatang. Semua orang bisa menggunakannya secara bebas dan gratis, karena tempat tersebut terbuka untuk umum. ”Bagi Pemda Subang, para pelajar dan mahasiswa, orang yang mau mencari kerja di internet, dan yang paling penting adalah mempromosikan Subang melalui layanan online,” kata Seo ditanya mengenai tujuan didirikannya IT Center ini.
Fasilitas perangkat komputer yang ada di Subang IT Center ini merupakan bantuan dari KOICA. Sementara untuk fasilitas layanan internetnya dibantu dari PT. Telkom. General Manajer PT. Telkom Kandatel Subang, Rika menjelaskan, program ini merupakan bentuk kepedulian telkom terhadap pendidikan di Subang. ”Selama ini kita punya program IGTS untuk bidang pendidikan. Kita kerjasama dengan Depdiknas dengan fasilitas astinet. Nah ini juga bagian dari kepedulian kita terhadap pendidikan. Kebetulan yang ngadain Korea dan Bapeda,” tegas Rika.
Rika menambahkan, dipakainya astinet untuk fasilitas di IT Center, karena sampai saat ini Subang menggunakan astinet. Menurutnya, pada triwulan ke-3 nanti baru akan menggunakan speedy. ”Kelebihan speedy itu harganya lebih murah,” jelasnya.
Para pelajar yang sengaja diundang dalam acara peresmian Subang IT Center menyambut baik keberadaan IT Center tersebut. Bagi mereka, hal ini dapat membantunya dalam mengakses informasi. Apalagi internet di IT Center ini dapat digunakan secara gratis.
Anggi, salah seorang siswi SMA Negeri 1 Subang mengatakan, program ini bagus karena dapat membantu kebutuhannya akan informasi. ”Ini berarti ada perkembangan, karena selama ini jumlah warnet di Subang sangat terbatas. Selain itu, kita juga harus ngantri menunggu lama. Ya, dengan adanya IT Center ini mudah-mudahan semua orang dapat terbantu dalam mengakses informasi,” katanya.
Namun sebagai warga Indonesia , Anggi beserta teman-temannya merasa miris mengapa yang mendirikan IT Center ini harus orang Korea . ”Itu yang jadi pertanyaan, mengapa harus orang Korea ?” tanya mereka.(JU-12)***PIKIRAN RAKYAT

Berita Subang

> SUBANG
Lahan Kritis Capai 10.000 HektareSelamatkan Hutan Subang
BERBAGAI komunitas lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli dan bergerak terhadap lingkungan hidup di kabupaten Subang mendesak pemerintah setempat untuk menyelamatkan hutan. Terutama hutan dan kawasan yang sudah gundul akibat perambahan liar tempo dulu sehingga menjadi lahan kritis. Apalagi jumlahnya masih cukup besar mencapai lebih dari 10.000 hektare .
Selain itu, pengawasan dari instansi terkait perlu terus-menerus dilakukan terutama dalam penggunaan lahan terbuka sebagaimana yang tertuang dalam peraturan daerah (Perda). Termasuk dalam pemberian izin dan pembangunan pabrik maupun perusahaan yang bergerak di bidang perumahan, restoran, maupun wisata di kawasan perkebunan atau kehutanan.
Demikian diungkapkan Ketua Pelaksana Harian Komite Daerah Aliran Sungai dan Lingkungan Hidup (Komdas-LH) Kab. Subang, Hendi Sukmayadi berkaitan dengan masih luasnya lahan kritis dan menjelang peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada 5 Juni 2007.
”Kita masih prihatin dengan kondisi hutan Subang dan rekan-rekan LSM yang tergabung di Komdas LH terus berusaha menyelamatkan sekaligus mendesak Pemkab Subang. Tanpa ada ketegasan dan dukungan dari legislatif serta eksekutif kita tidak bisa berbuat apa-apa, ” ujarnya.
Menurut Hendi, pengungkapan Subang memiliki lahan kritis cukup luas ini mungkin saja banyak yang tidak percaya. Sebab, dari arah manapun masuk ke Subang tampak pemandangan yang hijau. ” Lewat Lembang, Bandung begitu indah alam pegunungan hingga memasuki kota Subang. Jika datang dari arah Jakarta, akan tampak jajaran pohon karet yang rapi sepanjang perjalanan menuju Subang. ,” kata Hendi.
Ternyata di balik itu terdapat ribuan hektare lahan kritis dan telantar di 14 kecamatan dari 22 kecamatan yang ada di Subang. Tahun 2006 kecamatan yang paling luas dan rawan terletak di wilayah Cijambe seluas 4.745 hektare. Cisalak 1.631 hektare, dan Sagalaherang mencapai 800 hektare, sementara daerah lainnya di bawah 500 hektare, terutama di wilayah Subang tengah, dan barat.
Menjadi Prioritas
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten, Ir. H. Samsuddin membenarkan adanya kerusakan hutan dan kebun hingga menjadi lahan kritis di wilayah kerjanya. Semua yang disebutkan benar dan telah menjadi prioritas garapan setiap tahunnya. ”Namun, sudah barang tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan,” katanya.
Dia mengungkapkan keberhasilan menyelamatkan hutan kritis sejak tahun 2004 sudah mulai terasa hasilnya, semula 12.984 hektare menjadi 10.697,3 hektare pada tahun 2005 dan tahun 2006 berkurang kembali menjadi 9.702,3 hektare. Tahun 2007 ini diharapkan bisa tergarap 2.325 hektare lebih lewat gerakan penghijauan, gerakan rehabilitasi lahan kritis dan hutan rakyat,” jelas Ir. H. Samsuddin.
Bahkan yang menggembirakan, katanya, adanya perkembangan hutan rakyat dari semula hanya 8.215 hektare pada tahun 2004 menjadi 10.855 hektare pada tahun 2006. Dari data ini, kata† Kadishutbun, pihaknya tidak berpangku tangan termasuk bekerja sama dengan LSM dan masyarakat di sekitar hutan dan perkebunan. Sesuai pula dengan program di antaranya, usaha kehutanan dan perkebunan, pelestarian sumber daya alam dan rehabilitasi lahan kritis seperti penertiban, penataan dan pemeliharaan hutan kota Ranggawulung, penghijauan di sekitar mata air.
Berkaitan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, LSM dan komunitas masyarakat serta mahasiswa, pelajar, dan pramuka akan melakukan aksi di halaman Wisma Karya Jln. A. Yani, Subang lewat orasi dan aksi teatrikal serta media massa. ”Kita sudah berembuk dengan rekan-rekan yang difasilitasi Komdas LH untuk kegiatan tersebut. Sebab momen peringatan sangat penting untuk mengingatkan dan menyadarkan masyarakat terhadap lingkungan,” kata Indra Gumilang. Sekretaris Pelaksana peringatan Hari Lingkungan Hidup Se-Dunia di Subang. (JU-14)***PIKIRAN RAKYAT

Minggu, 03 Juni 2007

PROFIL

> SUBANG - PROFIL
Dalang SumitraHarus Punya Ciri Khas
”Selain latihan secara rutin dan berpengetahuan luas, seorang dalang juga harus punya ciri khas dan karakter sendiri. Jangan pernah ikut-ikutan gaya dalang lain.” Begitu tegas Sumitra, seorang dalang senior asal Subang saat ditemui di kediamannya di Dusun Bantar Desa Karangsari Binong, Rabu (18/4).
Ungkapan tersebut merupakan penilaian Sumitra terhadap prestasi dalang saat ini. Menurutnya, melemahnya prestasi dalang terutama di Subang justru akibat ikut-ikutan meniru gaya dalang lain. Apalagi banyak dalang yang ikut-ikutan gaya dalang Bandung. Padahal menurutnya, dari segi logat saja, antara Bandung dan Subang sudah jauh berbeda.
”Belajar dari dalang lain harus, namun jangan ngejiplak. Ini mah gaya Asep Sunandar atau Dede Amung dijiplak, padahal belum tentu pantas baginya. Mungkin bagi sebagian orang hal tersebut dianggap wajar-wajar saja, namun bagi mereka yang mengerti perdalangan justru itu tidak boleh,” tuturnya.
Lelaki kelahiran Subang 60 tahun silam ini mengaku sudah sejak tahun 1972 dia manggung sendiri sebagai dalang. Bersama grup wayang golek ”Gentra Bale Bandung I” yang dipimpinnya, dia kerap mentas di sejumlah kota di luar Subang. ”Mentas itu ke mana-mana. Brebes, Kuningan, Bekasi, dan daerah lain di Jawa Barat mah sudah hampir tahu siapa Bapak,” ungkapnya.
Sebelum dia bisa mentas sendiri, Sumitra mengaku kalau dirinya hanya ikut-ikutan bersama dalang Casim. Bakatnya sendiri dia turunkan dari sang Bapak, dalang Nedi yang merupakan dalang kondang di zamannya. ”Pun Bapak sejak tahun 1940-an sudah jadi dalang,” katanya.
Meski kini usianya sudah tidak muda lagi, tawaran mangggung masih terus mengalir. Bahkan ketika ”PR” hendak mewawancarainya pun, dia tidak pernah punya waktu luang. ”Selalu sibuk,” katanya memberi alasan. Karena baginya, profesi dalang itu berbeda dengan profesi lain. Dalang tidak ada pensiunnya. Selama dia masih mampu, selama itu pula dia mementaskan wayang.
Warisan bakat dari sang Bapak dan sering ikut mentas bersama dalang Casim itulah yang telah mengantarkan lelaki dua anak ini memperoleh gelar juara di tingkat Jawa Barat pada tahun 1984. Sumitra mengaku dirinya hanya satu kali ikut lomba, dan langsung jadi juara. Menurut dia, dalam dunia pedalangan ada sistem yang berbeda dengan lomba-lomba di dunia lain. ”Setelah jadi juara, kita tidak boleh ikut lomba lagi. Paling kita jadi juri pada lomba berikutnya. Itu yang berbeda dengan bidang lain,” jelasnya.
Kendati pernah jadi juara di tingkat Jawa Barat dan sekarang diangkat sebagai sesepuh dalang di Kab. Subang, Sumitra mengaku dia sama sekali tidak sekolah pewayangan. Dirinya hanya belajar secara autodidak dari sang Bapak dan dalang Casim. ”Belajarnya autodidak, tidak sekolah seni atau pewayangan,” kata suami Hj. Mariam yang mengaku menjadi dalang bukan merupakan cita-citanya sejak kecil. (JU-12)***PIKIRAN RAKYAT

PROFIL

> SUBANG - PROFIL
K.H. HidayatPendidikan Gratis
BAGI kalangan ulama, kiai, dan santri di Kab. Subang, nama Pondok Pesantren (pontren) Al-Hidayah sudah tidak asing lagi. Pondok pesantren yang terletak di sebuah kampung di Desa Munjul Kec. Pagaden Kab. Subang tersebut didirikan oleh seorang kiai bernama K.H. Hidayat atau yang lebih terkenal dengan nama K.H. Dayat pada tahun 1992.
Konsep pendidikan yang serba gratis termasuk biaya makan sehari-hari menjadi salah satu alat yang mempermudah terkenalnya nama pontren tersebut. Bagaimana tidak, di tengah-tengah zaman serba mahal seperti sekarang ini, termasuk pendidikan, K.H. Hidayat mampu mendidik para santrinya tanpa bayaran sepeserpun.
”Niat saya mendirikan tempat ini lillahi taa, semata-mata demi kesejahteraan umat,” katanya saat ditemui di kediamannya di Kampung Sanding RT 09 RW 05 Desa Munjul Kec. Pagaden Subang.
Menurutnya, yang melatarbelakangi berdirinya pontren tersebut adalah keadaan di masyarakat yang masih ada orang-orang yang perlu bantuan, baik secara ekonomi maupun ilmu. Apalagi dalam keadaan yang kini serba-sulit. Merasa mampu secara ekonomi dan ilmu, dia pun mendirikan pontren yang pada awalnya hanya berjumlah dua kamar ditambah musala.
Hingga kini, jumlah santri yang pernah menimba ilmu di pontren tersebut sudah ratusan. Mereka berasal dari Subang dan sejumlah daerah di Indonesia, seperti Lampung, Jambi, Banten, Purwakarta, Indramayu, dan Cirebon.
Sejak berdiri pada 1992, K.H. Hidayat mengaku sudah dua kali membuat bangunan pontren. Namun semua dana dia tanggung sendiri. ”Paling bantuan alat-alat dan bahan bangunan seperti kayu dan bambu dari tetangga sekitar. Alhamdulillah tetangga di sini baik yang dekat maupun yang jauh peduli juga,” katanya.
Sistem pengajaran yang diterapkan di pontren yang dipimpinnya adalah sistem pengajaran kebanyakan pontren salaf. Mengaji Alquran dan kitab kuning merupakan rutinitas para santrinya. Meski begitu, bukan berarti pengajaran modern ditolaknya. Bahkan pihaknya bekerjasama dengan SMKN 2 Subang mendirikan sekolah jarak jauh.
Yang menjadi konsentrasi program kerjasama itu adalah bidang budidaya ternak. ”Alhamdulillah tahun ini ada 8 murid yang ikut program tersebut,” kata pria kelahiran 10 Agustus 1942 tersebut.
Satu kendala program kerja sama tersebut menurut suami Siti Tini Wartini, yakni tidak adanya sarana bangunan yang memadai. Untuk itu, ke depannya pihaknya akan menyediakan tanah sebagai lahan bangunan, sementara biaya pembangunannya sendiri dari pihak SMKN 2.
Dibantu empat pengajar lain, K.H. Hidayat kini mendidik sekitar 80 santri putra dan putri. Setiap harinya dari pagi hingga malam, ia mendidik para santrinya dengan ikhlas. Tidak hanya pendidikan berupa pengajaran, tetapi pendidikan hidup tentang konsep pendidikan gratisnya.
Kepada pemerintah, K.H. Hidayat hanya mengimbau agar lebih bijaksana, terutama menyangkut kepedulian pemerintah terhadap rakyat yang miskin. Begitu juga terhadap para hartawan agar bersikap lebih dermawan. ”Jika kita saling bantu, kesejahteraan umat pun akan tercapai. Tidak akan ada lagi istilahnya kemiskinan. Makanya pemerintah lebih bijaksanalah,” ujarnya di akhir pembicaraan.(JU-12).***PIKIRAN RAKYAT

Berita

> SUBANG
Masyarakat tak Sabar MenantiPembangunan Tol Cipal (116 km) Ditaksir Rp 500 Miliar
MASYARAKAT yang memiliki lahan di kawasan yang dilewati rencana jalan tol Cikampek-Palimanan, kini berada dalam penantian yang membingungkan karena ketidakjelasan kapan pelaksanaan pembebasan tanah tiba. Menurut sebuah sumber, sudah ada edaran yang seolah membekukan lahan sehingga mereka ragu untuk menarik manfaat optimal dari lahan milik mereka sendiri.
Kabid Fisik dan Prasarana Bappeda Kab. Subang, Sumasna ST.MUM, membenarkan bahwa rencana pembangunan tol yang menyita sepanjang 44 km melewati Kab. Subang itu akan dimulai pada bulan Maret tahun ini. Dia mengatakan, berbeda dengan di kawasan lain yang selalu terhambat oleh dukungan masyarakat, justru pemilik lahan di Subang kebanyakan menyambut gembira rencana pembebasan tanah mereka.
Sebagaimana ditetapkan pemerintah pusat melalui proses tender tahun 1997, bertindak selaku investor pemenang untuk tol Cikampek-Palimanan ini adalah Bukaka Grup. Namun, sampai saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa perusahaan tersebut akan segera memulai aktivitasnya. ”Saya kira soal perusahaannya tidak akan ada perubahan, karena tidak akan ada tender ulang,” kata Sumasna.
Di pihak lain, informasi yang beredar bahwa Bukaka Grup belum segera turun ke lapangan karena masih menyelesaikan persoalan internal mereka. Konon, ada perubahan pemilik saham yang melibatkan perusahaan dari negara jiran, Malaysia.
Berkaitan dengan dugaan adanya kesulitan pembiayaan, Sumasna menyatakan tidak mengetahui sejauh itu. Dia mengatakan, biaya pembangunan jalan tol Cipal ini memang sangat besar, ditaksir sekitar Rp 500 miliar untuk 116 km. Biaya ini tentu saja menjadi beban investor. Sumasna menyatakan belum melihat adanya anggaran dari pemerintah pusat untuk projek ini yang tercantum dalam APBN.
Tidak sabar
Masyarakat yang dilewati jalan tol, sejak awal memang menyambut baik rencana pemerintah tersebut karena akan memberikan banyak manfaat bagi warga Subang, terutama dengan dampak ikutannya berupa pembangunan kawasan industri yang akan banyak menyerap tenaga kerja dari Subang. ”Kami sangat mendukung, dan sudah siap melepaskan tanah kami, sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Usep Karnedi salah seorang tokoh masyarakat di Purwadadi.
Sementara kebanyakan pemilik lahan merasa kesulitan dengan ketidakjelasan waktu pembebasan. Sebagian besar lahan yang akan dilalui jalan tol adalah lahan perkebunan dengan tanaman keras, di antaranya rambutan. Ketidakpastian itu membuat mereka tidak berani mengambil langkah pemanfaatan yang berjangka panjang terhadap lahan.
”Kami tidak bisa melakukan peremajaan tanaman yang sudah tidak produktif lagi. Tanaman kami kan banyaknya yang memerlukan waktu lama untuk diambil hasilnya. Misalnya, pohon rambutan ditebang dan kemudian menanam lagi, kami takut belum juga berbuah sudah dibebaskan. Jadi, mubazir membeli bibit atau memelihara tanaman,” kata seorang warga yang tidak mau disebutkan identitasnya.
Dia menambahkan, di lapangan ada patok-patok yang katanya untuk jarak tertentu dari patok itu tidak boleh diapa-apakan karena akan segera dibebaskan. ”Kalau tidak jadi, kita kan rugi waktu. Berapa tahun ini dari rencana dulu,” ujarnya. (JU-14)***PIKIRAN RAKYAT

Jumat, 01 Juni 2007

ESTU SUBANG

Kabupatén Subang

Ti Wikipédia, énsiklopédi bébas

Luncat ka: navigasi, sungsi

Kabupatén Subang

Lambang Kabupatén Subang

Gambar:Locator_kabupaten_subang.png

Peta lokasi Kabupatén Subang

Motto

Rakyat Subang Gotong Royong Subang Maju

Propinsi

Jawa Barat

Ibukota

Subang

Lega Wilayah

2.051,76 km²

Kordinat

107” 31’ - 107” 54’ bujur wétan jeung 6” 1’ - 6” 49’ lintang kidul

Pangeusi

· Jumlah

1.407.000 (2003)

· Kapadetan

686 jiwa/km²

Administratif

· Kacamatan

21

· Désa/
kalurahan

-

Dasar hukum

-

Tanggal

-

Bupati

-

Kode area telepon

0260

DAU

Rp. -


Situs web resmi: http://www.subang.go.id

Kabupatén Subang mangrupakeun hiji kabupatén di Propinsi Jawa Barat, Indonésia. Ibukotana nyaéta Subang. Kabupatén ieu wawatesan jeung Laut Jawa di beulah kalér, Kabupatén Indramayu di beulah wétan, Kabupatén Sumedang di wétan kidul, Kabupatén Bandung di beulah kidul, sarta Kabupatén Purwakarta jeung Kabupatén Karawang di beulah kuloneunnana.

Daptar eusi

[sumputkeun]

[édit] Babagian Administratip

Kabupatén Subang kawengku ku 21 kacamatan, nu kabagi deui kana sababaraha désa jeung kalurahan. Puseur pamaréntahannana aya di Kacamatan Subang.

[édit] Transportasi

Kabupatén ieu diliwatan ku jalur pantura, sedengkeun ibukota Kabupatén Subangna mah henteu kaliwatan ku ieu jalur. Jalur pantura di Kabupatén Subang mangrupakeun salah sahiji jalur anu pangraména di Pulo Jawa. Kota kacamatan nu aya dina jalur ieu diantarana Ciasem jeung Pamanukan. Kabupatén Subang oge diiliwatan ku jalur alternatif nuju ka Bandung, Cirebon atawa Tasikmalaya. Lintas Subang - Bandung ngaliwatan Kalijati beuki dipikaresep ku pengemudiBandung - Sumedang - Sadang ngaliwatan Wanayasa jeung Kota Subangna sorangan. sabab jalanna alus jeung bébas halangan, komo deui ti saprak dibukana Gerbang Tol Kaluar di daérah Sadang. Sisimpangan Jalancagak mangnrupakeun sisimpangan nu stratégis sabab ti sisimpangan ieu bisa nepi ka

[édit] Pangeusi

Pangeusi Subang umumna mangrupakeun Suku Sunda, nu ngagunakeun Basa Sunda minangka bssa sapopoéna. Tapi sanaos kitu oge, sapalih wilayah di basisir mah pangeusina migunakeun Basa Jawa Dialék Cirebon (Dermayon). Mayoritas pangeusi Kabupatén Subang ngagem ageman Islam.

[édit] Géograpi

Beulah kidul wilayah Kabupatén Subang mangrupa dataran luhur/pagunungan, sedengkeun beulah kalérna mangrupa dataran handap nu nuju langsung ka Laut Jawa.

[édit] Ékonomi

Ku sabab kalolobaan pangeusina boga panghasilan utama minangka patani jeung buruh pakebonan, nu matak paékonomian Subang loba keneh ditunjang ku séktor patanian. Di Subang beulah kidul loba aréa pakebonan, saperti karét di beulah kulon kalér jeung kebon teh anu kacida legana. Subang dipikawanoh minangka salasahiji daérah nu ngahasilkeun buah ganas, utamana Ganas Madu. Ganas Madu bisa dipanggihan di sapanjang Jalancagak. Dodol ganas, kiripik sampeu jeung selé mangrupakeun kadaharan hasil industri rumah tangga nu bisa dijadikeun oleh-oleh. Ngaliwatan program binaan Yayasan Kandaga, para patani keur ngabudidayakeun supa tiram, lauk nilem di desa Cipunagara.

[édit] Pendidikan

Kalolobaan pangeusi Kabupatén Subang ngan saukur sakola tepi ka Sakola Dasar, sahingga pikeun ngagerakkeun paékonomian rayat diperlukeun katerampilan.

Bagian ieu pondok kénéh. Anjeun bisa mantuan ku jalan nambahannana.

[édit] Pariwisata

  1. Ciater. Di antara gomplokna pakebonan entéh, di wilayah kidul, Kabupatén Subang boga sumber cai panas nu terus ngalir di daérah Ciater. Sari Ater mangrupakeun tujuan wisata nu kacida kakoncarana alatan kahasan tur karaméannana nalika usum pakansi utamana peré Lebaran. Sari Ater salian ti nyadiakeun balong pamandian cai panas, oge ngabogaan panginepan-panginepan nu dipikanyaho minangka Saung Kabayan, cocok keur kulawarga nu hayang liburan.
  2. Klinik kabugaran (Spa) cai panas aya di caketeun obyék wisata Sari Ater.
  3. Curug Cijalu. Curug Cijalu aya di daerah Sagalahérang, mangrupakeun tujuan wisata alam curug nu mibanda pamandangan nu éndah, ngan hanjakal can dikelola kalayan serieus
  4. Curug Ciléat nu aya di Kacamatan Cisalak, oge can dibebenah.

[édit] Tumbu Luar