s,
Sisingaan bisa kita lihat di perhajatan atau festival tahunan yang deselenggarakan pemerintah subang,
Sisingaan biasa diiringi dengan kendang pencak atau gamelan, terompet dan alat musik yang lainnya termasuk gong… gerrrewrrrwerr…
Empat lelaki yang memakai seragam menari engklak enklakan memikul sisingaan.kleung ding kleung dingkleung….
Group sisingaan biasa disebut Persatuan Gotong Singa (PERGOSI)
Sisingaan adalah budaya seni dimana masyarakat biasa mengundang PERGOSI dalam acara hajatan dalam rangka meng khitankan anaknya (penganten sunat).
Penganten sunat menunggangi sisingaan bisa sendiri,bsa juga berdua, tergantung keinginan pengaten, dan umur penganten, karena kalu pengaten sunat masih balita harus di jaga, ya… takut ti beubeut gitu..
Rombongan sisingaan mengelilingi kampung, Setelah mengelilingi kampung lalu kembali ke tempat perhajatan dan melakukan berbagai atraksi, mulai pencak silat,sulap sampai debus..
Namun kini seiring berjalan nya waktu, rupanya budaya tersebut sudah mulai terkikis, pasalnya banyak sekali PERGOSI yang tidak memenuhi kriteria PERGOSI yang benar-benar khas Subang yakni sudah tidak lagi mengiringi sisingaan dengan musik khas sunda yakni kendang pencak dan terompet, mereka menggunakan organ tunggal,atau tardug ( gitar dan bedug) yang notabene adalah budaya Indramayu, “ heuuuh. Ma eeenya sisingaan laguna “ KUCING GARONG,MABOK BAE, PENGEN DIWAYU JLSJ..”
Ending dari acara yang biasa melakukan atraksi sulap pencak silat pun telah sirna, Saya bertanya dalam hati apakah mendirikan PERGOSI itu tidak melalui seleksi atau memang tidak ada aturan khusus, yang mengatur bahwa PERGOSI harus benar-benar murni menonjolkan khas budaya yang asli dan harus memenuhi syarat yang mutlak guna melestarikan budaya subang.bahkan sangsi khusus buat PERGOSI yang tidak memenuhi persyaratan.
Kolaborasi antara organ tunggal atau Tardug memang sudah ada sejak dulu namun Pergosi tetap dengan porsinya yaitu menggunakan alat kesenian khas sunda yaitu kendang pencak dan terompet dll.
Sekarang yang terjadi malah PERGOSI tidak lagi menggunakannya melainkan mengunakan organ tunggal dengan lagu cirebonan,
Ini merupakan hal yang sangat memprihatinkan, jika tidak ada aturan lestari budaya, di khawatirkan “Sisingaan” yang merupakan Trade Mark urang Subang, dan bukti perlawanan terhadap penjajah akan terkikis bahkan hilang ke aslian /khas budayanya krena telah digantikan denagan Organ tunggal, Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa tidak kita sadari bahwa sesungguhnya Sisingaan yang merupakan simbol perlawanan terhadap penjajah telah dijajah oleh budaya lain .
Kolaborasi budaya memang tidak masalah, karena letak geografis subang dan indramayu,
Akhirukalam semoga Sisingaan tetap abadi dan menjadi Budaya sekaligus symbol perjuangan Kota Subang yang yang tetap terjaga kelestariannya.cag ah sakieu heula ti Mang Beben,
“URANG SUBANG GOTONG ROYONG SUBANG MAJU”


terjadi Jum’at (23/7) pukul 23.00 wib, sesuai dengan hasil identifikasi yang dilakukan pihak kepolisian menunjukkan bahwa kesimpulan sementara disebabkan dua faktor. Dua faktor tersebut pertama adanya beban muatan lebih (overloading) yang melintas bersamaan diatas jembatan tersebut. Kedua, masalah usia jembatan jenis rangka baja Calendar Hamilton (CH) dari Ingris sudah tua dan dioperasikan 24 tahun lalu kekuatannya tinggal 75 persen.
Mengenai peran Jembatan timbang, kata Soenarno, dahulu karena ada indikasi terjadinya pungutan liar maka sementara ditutup namun saat ini secara idential saja difungsikan untuk test. Namun kenyataannya dilapangan para pemakai jalan melihatnya kalau kena denda tinggal hitungan dan membayar denda tersebut. “Itulah kejadian yang ada di jembatan timbang,”kilah Soenarno.
bahwa untuk rehabilitasi jembatan tersebut diperlukan waktu sekitar 1,5 bulan dan ditaksir akan menelan dana sekitar Rp. 2 milyar. Jembatan tersebut akan diganti dengan type jembatan rangka baja (trans Bakrie) dengan bentang 50 m yang didatangkan dari Surabaya.









Pemberhentian pertama kami di kota Subang adalah sebuah resor yang terletak di Jl Raya Ciater. Namanya Ciater Spa and Resort. Tempat ini merupakan sarana wisata keluarga yang sangat bagus. Udara dingin plus hujan rintik yang masih terus membasahi kota Subang, sempat membuat kami menggigil kedinginan. Pasalnya, suasana Jakarta yang panas, membuat kami tak terbiasa dengan hawa dingin Subang.
Tak ada kegiatan yang kami lakukan di resor ini. Jalan-jalan yang kami lakukan hanya mengitari seputar resor untuk melihat beberapa fasilitas yang tersedia. Namun, hanya kolam air hangat yang kami coba, pasalnya untuk fasilitas lain, seperti offroad, Paint Ball dan lain-lainnya, terhalang karena hujan. Malam itu, kami tidur lebih cepat, karena ingin lebih segar di keesokan harinya.
Kampung Sampireun terletak 1.500 mdpl dan memang dirancang untuk membuat orang yang menginap melupakan sibuknya dunia kota dan menikmati keheningan desa di tengah danau. Sampireun memiliki 14 cottage dan sebuah bungalow khas Sunda. Semua cottage dibangun di atas danau dengan menggunakan bahan-bahan yang alami, mulai dari atap rumbia serta semua perabotan yang dibuat dari bambu.














